Namanya Nesta

Pada satu waktu, hujan tiada henti membasahi bumi. Hujan ini menyurutkan langkah para pendidik untuk mengajar di sekolah. Beberapa kelas disekolah kami kondisinya bocor menetes ke meja. Sebagian kelas lain harus dilalui dengan membawa paying. Terlihat beberapa guru masih malas malas di kantor. Sebagian besar siswa juga lebih senang bila para guru tidak mengajar. Para siswa bercanda ria di depan kelas dengan teman temannya. Maklum musim hujan. Kelas jadi kotor ketika ada kegiatan pembelajaran

Di suatu cerahnya pagi, aku berjalan jalan menyusuri lorong lorong emper emper kelas sekolah. Menyenangkan melihat hiruk-pikuk anak anak remaja tertawa renyah bersenda gurau tentang apa saja. Aku bahagia melihatnya. Terutama anak anak perempuan. Aku jarang sekali mendengar suara suara mereka mengungkapkan kata kata yang kotor. Kalaupun ada sekali dua kal Berbeda dengan kerumunan anak laki laki. Aku masih sering kali mendengar kata kata yang kurang tepat meluncur dari mulut mulut mereka. Padahal sholat dhuha berjamaah, sholat wajib berjamaah sudah dilakukan. Ahhhh apa yang terjadi?

Hari itu seperti biasa aku berjalan di parkiran mobil depan ruangan kelas non reguler. Berjalan menuju masjid. Entah apa yang akan aku inginkan saat itu aku sudah lupa. Saat aku berjalan di depan kelas terlihat berkumpul beberapa anak perempuan yang bercengkrama bersenda gurau memperbincangkan hal hal yang tidak menentu. Suasana keheningan hatiku tiba tiba terpecahkanAda seorang anak perempuan agak ceking memanggil namaku.

“Pak Kemal”.

Aku tersenyum saja. Aku belum banyak kenal mereka karena aku juga belum mengajar mereka.

Waktu itu pukul dua sore. Aku menunggu ceklok di lobi sekolah. Terlihat anak anak laki laki dan perempuan berjalan kesana kemari. Sebagian anak anak bergembira pulang berjalan kaki melalui lobi dan bersalaman dengan beberapa guru yang kebetulan duduk di lobi. Terlihat pula beberapa anak OSIM (OSIS) berdiri dengan ekspresi tegas meminta siswa siswa untuk pulang memakai sepatu dan memasukkan baju saat pulang.

Selang beberapa saat ada siswi bersama teman temannya berjalan menuju kantin menyapaku,

“Pak Kemal”.

Kembali aku tersenyum seperti biasa. Entahlah itu sudah sapaannya yang ke berapa.

Tibalah bulan Agustus. Bulan yang selalu diisi dengan kegiatan kegiatan lomba lomba demi memperingati rangkaian ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Aku mendapatkan tugas menjadi pembina lomba lari jarak jauh. Setelah beberapa saat mengurus lomba atletik akupun duduk duduk istirahat di lobby sekolah sambil menikmati suasana. Tiba tiba ada anak perempuan berpakaian seperti biduan memanggil namaku.

” Pak Kemal “.

Saya menyahut

“baru ikut lomba apa? “.

Dia menyahut

“Nyanyi pak”.

Siang itu aku mengajar kelas 8, mengajar Bahasa Inggris. Salah satu pelajaran yang kurang disukai murid murid. Entahlah kenapa. Tiba tiba sekumpulan siswi berjalan jalan sambil bercengkerama menyusuri lorong lorong depan kelas. Tiba tiba seorang siswi bermanja-manja menyapa,

“pak Kemal ” Aku penasaran, siapa anak nih.

Aku bertanya pada anak anak.

” Siapa dia? “.

Seorang siswi menjawab.

“Nesta pak”.

Setelah selesai mengajar aku bertanya kepada seorang teman guru di kantor wali kelasnya Nesta tentang nomor handphone Nesta. Setelah itu beliau memberi nomor handphone Nesta.

Sesampai di rumah aku mencoba menghubungi Nesta. Diawali sedikit basa basi aku sadar dia menyimpan nomor handphone saya. Dengan bercanda Nesta mengajakku berduet menyanyi lewat aplikasi di handphone.

“Haduh, mati aku. Aku nggak bisa nyanyi.”

Dulu memang ingin jadi seniman, jadi penyanyi. Tapi lagu metal.

Jangan risaukan harimu. Mudah mudahan tercapai cita citamu menjadi penyanyi.

(Cerpen Kamas Tontowi)

Categories:

Tags:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *